AYO, DUKUNG DUNIA BEBAS POLIO
Polio atau Poliomyelitis sempat menjadi momok menakutkan di banyak negara. Namun, dalam beberapa tahun terkahir, kasus penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang menyerang sistem syaraf dan dapat menimbulkan kelumpuhan (paralysis) seumur hidup bagi penderitanya ini cenderung menurun.
Sejak inisistif global untuk eradikasi polio dicanangkan pada Sidang Kesehatan Dunia (Worl Health Assembly) tahun 1988, secar keseluruhan kasus polio sudah berkurang lebih dari 99 persen. Menurut data WHO, dari tahun 2005 sampai 2012 kasus polio di seluruh dunia turun dari 1.979 kasus menjadi 223 kasus saja. Sementara itu, dari 125 negara dengan status endemis polio, kini hanya dua negara saja yang masih ada endemis polio, yakni Afghanistan dan Pakistan.
Karenanya, masyarakat kesehatan dunia melihat momen ini sebagai peluang terbaik untuk mengakhiri penyebaran polio secara tuntas, sehingga dicapai Dunia Bebas Polio, Apabila hal ini dapat diwujudkan, maka ini adalah prestasi besar kedua yang berhasil dicapai masyarakat dunia di bidang kesehatan setelah eradikasi cacar atau variolla yang dicapai pada tahun 1974.
Sementara itu, Indonesia telah mendapatkan sertifikat bebas polio dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejak dua tahun lalu, tepatnya 27 maret 2014. Meski demikian, hal ini bukan berarti langkah-langkah pencegahan munculnya kembali polio dikurangi atau dihentikan. Justru ini menjadi langkah penguatan untuk terus meningkatkan cakupan imunisasi polio. Sekalipun sudah dinyatakan bebas polio, Indonesia tetap dikategorikan berisiko tinggi untuk terjadinya kembali penularan virus polio, khususnya dari negara lain (importasi). Hal ini bisa terjadi lantaran masih terdapatnya daerah-daerah kantong dengan cakupan imunisasi rutin polio yang rendah.
PIN POLIO
Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebut, cakupan imunisasi polio empat kali (polio 4) di Indonesia cukup tinggi, rata-rata 77%. Namun cakupan itu tidak merata, dan masih ada ketimpangan yang tinggi antara daerah satu dengan daerah lainnya. Papua mempunyai cakupan imunisasi terendah untuk polio 4 (sekitar 49%) sedangkan cakupan imunisasi polio 4 tertinggi di Gorontalo (96%).
Untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi seluruh anak terhadap virus polio, dibutuhkan cakupan yang tinggi (minimal 95%) dan merata. Karenanya, para ahli merekomendasikan agar dilaksanakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio pada balita (anak usia 0-59 bulan).
Pemberian vaksin polio pada balita memberikan perlindungan optimal terhadap kemungkinan terjadinya kasus polio.
PIN Polio adalah pemberian imunisasi tambahan polio kepada balita tanpa memandang status imunisasi polio sebelumnya. Tujuannya antara lain mengurangi risiko penularan virus polio yang datang dari negara lain, memastikan tingkat kekebalan masyarakat terhadap penyakit polio cukup tinggi dan memberikan perlindungan secara optimal dan merata pada balita terhadap kemungkinan munculnya kasus polio. Total sasaran PIN Polio tahun 2016 (usia 0-59 bulan) adalah 23.721.004 anak. Data ini berdasarkan pada estimasi data sasaran yang dikeluarkan oleh Pusdatin Kemenkes RI.
Kegiatan PIN Polio akan dilaksanakan selama satu pekan pada tanggal 8-15 Maret 2016 di seluruh provinsi kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta, karea provinsi DIY sudah tidak lagi menggunakan vaksin polio tetes sejak tahun 2007.
PIN dilaksanakan di Posyandu, Polindes, Peskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, dan Rumah Sakit serta pos pelayanan imunisasi lainnya di bawah koordinasi Dinas Kesehatan setempat (misalnya sekolah, pasar, terminal, pelabuhan, dan bandara).
JANGAN RAGU
Masyarakat tak perlu ragu membawa balitanya ke pos-pos pelayanan kesehatan terdekat untuk melakukan imunisasi ulang. Selain tidak dikenakan biaya, atau gratis, perlu dipahami imunisasi itu sangat aman.
Efek samping setelah imunisasi, misalnya demam, adalah wajar sebagai respons tubuh anak menghadapi kuman yang dimasukkan ke dalam tubuh. Efek samping itu tidak berbahaya dan dapat ditanggulangi dengan penanganan yang tepat dan cepat. Risiko terserang* penyakit berbahaya seperti polio justru akan lebih besar jika tidak diimunisasi.
Apabila ada orang tua yang masih mempertimbangkan halal atau haramnya imunisasi, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 4 tahun 2016 tentang Imunisasi yang ditetapkan tanggal 23 Januari 2016 lalu bisa menjadi pertimbangan.
Sesuai ketentuan hukum yang tercantum dalam fatwa MUI tersebut, imunisasi pada dasarnya diperbolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. Dalam hal seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan penyakit berat atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa, bahkan kematian, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib.
Fatwa MUI tersebut juga merekomendasikan kepada para orang tua dan masyarakat wajib berpartisipasi menjaga kesehatan, termasuk dengan memberikan dukungan pelaksanaan imunisasi.
Dukungan pelaksanaan imunisasi tidak saja meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan anak-anak kita, tapi juga mendukung status bebas polio di Indonesia dapat dipertahankan dan menjadi kontribusi Indonesia dalam mewujudkan Dunia Bebas Polio. ● (adv.)
Sumber : Republika