Bio Farma Mengembangkan Vaksin yang Lebih Murah
BANDUNG, KOMPAS – PT Bio Farma (Persero) tengah mengembangkan dua jenis vaksin, yakni Typhoid Conjugate untuk mencegah tifus dan vaksin Rotavirus Penomo untuk mencegah penyakit paru-paru. Perusahaan itu juga mengembangkan produk Biosimilar Trastuzumab untuk pengobatan kanker payudara.
Dua vaksin ini akan dirilis 2019 dan dijual dengan harga maksimal 50 persen dari vaksin serupa yang ada di pasar. “Kami akan memproduksinya sampai 20 juta dosis per tahun,” kata Project Integration Manager Product Development PT Bio Farma (Persero) Erman Tritama di Bandung, Minggu (19/3).
Pengembangan produk baru itu bertujuan agar Indonesia tidak perlu impor dua jenis vaksin dan satu produk Biosimilar itu. Hal tersebut untuk mewujudkan kemandirian produksi vaksin dan obat. “Harapannya vaksin-vaksin itu bisa dipakai semua lapisan masyarakat,” ujarnya.
Sejauh ini, Indonesia mengimpor vaksin Typhoid Conjugate. Vaksin yang diberikan dua kali pada anak usia 9 bulan dan 2 tahun itu dijual Rp 368.000 per dosis. Bio Farma akan menjual vaksin itu Rp 350.000 bagi 2 dosis pemakaian. “Kami memproduksi ini karena prevalensi tifus di Indonesia tinggi,” ucap Erman.
Sementara harga vaksin Rotavirus Penomo Rp 400.000 per dosis. Padahal, seorang anak harus menerima tiga kali vaksinasi. Menurut rencana Bio Farma menjual vaksin itu Rp 26.000 per dosis.
Produk Biosimilar
Bio Farma juga akan memproduksi produk Biosimilar Trastuzumab dengan harga Rp 7 juta per dosis atau 30 persen dari harga di pasaran Rp 25 juta. Harga produk Biosimilar buatan Bio Farma lebih murah karena paten milik perusahaan vaksin dunia, Roche, akan habis pada 2019. Jadi, dua tahun ke depan, semua perusahaan bebas memproduksinya tanpa biaya paten.
“Kami juga menguasai teknologi sehingga meningkatkan efisiensi produksi dan menambah hasil penjualan. Kami memiliki teknologi yang membuat rendemen jauh lebih tinggi sehingga lebih efisien,” ujarnya.
Sekretaris Perusahaan Bio Farma Rahman Rustam menambahkan, pihaknya mengekspor vaksin ke 132 negara di dunia. Perseroan memasok vaksin kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Meskipun demikian, Bio Farma mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
“Kami bersama akademisi dan dunia media mengembangkan vaksin baru agar tak perlu impor dan membuat vaksin dengan harga terjangkau,” ujarnya. (BKY)
Sumber : Kompas[:en]BANDUNG, KOMPAS – PT Bio Farma (Persero) tengah mengembangkan dua jenis vaksin, yakni Typhoid Conjugate untuk mencegah tifus dan vaksin Rotavirus Penomo untuk mencegah penyakit paru-paru. Perusahaan itu juga mengembangkan produk Biosimilar Trastuzumab untuk pengobatan kanker payudara.
Dua vaksin ini akan dirilis 2019 dan dijual dengan harga maksimal 50 persen dari vaksin serupa yang ada di pasar. “Kami akan memproduksinya sampai 20 juta dosis per tahun,” kata Project Integration Manager Product Development PT Bio Farma (Persero) Erman Tritama di Bandung, Minggu (19/3).
Pengembangan produk baru itu bertujuan agar Indonesia tidak perlu impor dua jenis vaksin dan satu produk Biosimilar itu. Hal tersebut untuk mewujudkan kemandirian produksi vaksin dan obat. “Harapannya vaksin-vaksin itu bisa dipakai semua lapisan masyarakat,” ujarnya.
Sejauh ini, Indonesia mengimpor vaksin Typhoid Conjugate. Vaksin yang diberikan dua kali pada anak usia 9 bulan dan 2 tahun itu dijual Rp 368.000 per dosis. Bio Farma akan menjual vaksin itu Rp 350.000 bagi 2 dosis pemakaian. “Kami memproduksi ini karena prevalensi tifus di Indonesia tinggi,” ucap Erman.
Sementara harga vaksin Rotavirus Penomo Rp 400.000 per dosis. Padahal, seorang anak harus menerima tiga kali vaksinasi. Menurut rencana Bio Farma menjual vaksin itu Rp 26.000 per dosis.
Produk Biosimilar
Bio Farma juga akan memproduksi produk Biosimilar Trastuzumab dengan harga Rp 7 juta per dosis atau 30 persen dari harga di pasaran Rp 25 juta. Harga produk Biosimilar buatan Bio Farma lebih murah karena paten milik perusahaan vaksin dunia, Roche, akan habis pada 2019. Jadi, dua tahun ke depan, semua perusahaan bebas memproduksinya tanpa biaya paten.
“Kami juga menguasai teknologi sehingga meningkatkan efisiensi produksi dan menambah hasil penjualan. Kami memiliki teknologi yang membuat rendemen jauh lebih tinggi sehingga lebih efisien,” ujarnya.
Sekretaris Perusahaan Bio Farma Rahman Rustam menambahkan, pihaknya mengekspor vaksin ke 132 negara di dunia. Perseroan memasok vaksin kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Meskipun demikian, Bio Farma mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
“Kami bersama akademisi dan dunia media mengembangkan vaksin baru agar tak perlu impor dan membuat vaksin dengan harga terjangkau,” ujarnya. (BKY)
Sumber : Kompas[:]