Eradikasi Penyakit Dengan Imunisasi
(Kiri-kanan) Ketua Satgas Imunisasi PP IDAI Cissy B. Kartasasmita, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B. Pulungan, Moderator Indonesian Technical Advisory Group on Immunization Hindra Irawan Satari saat menjawab pertanyaan para wartawan di Seminar Media World Immunization Week 2016, Gedung RSP Universitas Padjadjaran, Jalan Prof. Eyckman, Bandung, Minggu (1/5).
BANDUNG – Pemberian imunisasi terhadap anak dan ibu hamil sering kali diabaikan oleh masyarakat dengan berbagai alasan. Mulai dari anak dianggap sudah memiliki imun yang kuat tanpa vaksin sampai beredar isu bahwa imunisasi itu haram. Kelumpuhan bahkan kematian pun sulit dihindari begitu penyakit seperti polio, rubela, tetanus, dan lainnya datang menyerang imun tubuh.
Untuk menghindari hilangnya hak hidup anak tersebut, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B. Pulungan menyatakan, jalan keluarnya dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi dasar yang lengkap. Melalui imunisasi, kematian 2-3 juta anak di dunia setiap tahunnya dapat dicegah.
“Sebenarnya sebanyak 1,5 juta kematian dapat dicegah jika cakupan vaksinasinya meningkat. Hari ini sekitar 18,7 juta bayi di dunia masih tidak diimunisasi rutin untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti difteri, pertusis, dan tetanus,” jelasnya.
Belum tercakupnya imunisasi terhadap seluruh anak atau kesenjangan imunisasi ini, dinilai Aman perlu segera dilakukan penyadaran terhadap masyarakat, mengingat penyakit yang dapat dicegah tersebut berpotensi menular.
“Sekarang ini kita tidak hanya diserang penyakit dari Barat, seperti obesitas atau kanker. Penyakit Timur berupa infeksi juga masih banyak, bahkan kemarin ini kita temui kasus difteri yang sudah lama tidak terdengar kembali muncul. Untuk itu, kita diminta segera melakukan aksi, khususnya untuk melawan penyakit menular yang sudah ada vaksinnya,” ujarnya.
Kesenjangan ini menjadi fokus utama IDAI pada Pekan Imunisasi Nasional kali ini. Dengan mengangkat tema menutup kesenjangan imunisasi, pihaknya berupaya memberikan imunisasi untuk semua sepanjang hidup, di mana imunisasi tidak hanya diberikan kepada anak, tetapi juga remaja dan dewasa sebagai layanan rutin.
Imunisasi itu akan melindungi remaja dari resiko penyakit berat yang berpotensi mengganggu produktivitasnya di masa yang akan datang, dan kekebalan tubuh ibu hamil untuk melindungi janin dalam kandungannya dan melahirkan bayi dengan pertumbuhan yang optimal.
“Karena anak-anak inilah yang nantinya akan menjadi harapan bangsa Indonesia untuk hidup yang lebih baik di masa yang akan datang,” ucapnya.
Menurut Aman, kantung-kantung yang terlewat dari imunisasi tersebut, umumnya disebabkan oleh belum pahamnya orang tua terhadap pemberian imunisasi kepada anaknya.
“Ketidakmauan imunisasi bukan karena efek samping dari imunisasi itu, tetapi karena mereka tidak mengerti. Untuk itu, pada pertemuan kali ini sebanyak 4.000 anggota IDAI menerima smartbrief tentang imunisasi,” ungkapnya.
Untuk mengetahui kesenjangan pencegahan penyakit menular dengan imunisasi ini salah satunya dapat dilakukan dengan pendataan lengkap terkait cakupan imunisasi. “Salah satu contohnya, coverage imunisasi di Yogya mencapai 90 persen, sementara di Papua baru 20 persen,” tuturnya.
Senada dengan Aman, Kepala Subdirektorat Imunisasi, Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Prima Yosephine Hutapea mengatakan, kesalahpahaman atas pentingnya imunisasi tersebut berakar dari kesenjangan pada sisi budaya. Perlu ada perubahan terhadap budaya tersebut yang terbagi menjadi beberapa poin, diantaranya dari sisi kesadaran orang tua, legal aspek, dan infrastruktur imunisasi yang memadai.
Menurut Prima, kesalahpahaman orang tua terhadap imunisasi sering kali berdampak dengan ditutupnya pintu rumah saat petugas kesehatan datang untuk memberikan vaksin pada anaknya.
“Kami justru berharap orang tua marah kalau pelayan dan fasilitas imunisasi tidak ada di pusat pelayanan kesehatan,” ucapnya.
Sementara itu, dari sisi pemerintah telah ada ketentuan khusus yang mewajibkan pemberian imunisasi terhadap anak.
“Meski masih ada penolakan di beberapa tempat terkait berbagai isu, tapi kami pemerintah akan terus berupaya menuntaskan kesenjangan dengan terus menyediakan logistik dan menekankan pada masyarakat bahwa imunisasi itu penting untuk anak dan ada dalam Undang-Undang,” ungkapnya.
Adapun ketentuan tersebut tertuang dalam UU nomor 36 Tahun 2009 pasal 130 yang menyebutkan bahwa Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak dan pasal 132 menyebutkan bahwa Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengen ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi.
“Namun, meski ada peraturan ini masih ada gap dengan penyelenggara di bawah, untuk itu dipersempit lagi ke dalam Permenkes nomor 42 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, yang meliputi Imunisasi rutin yang terdiri dari imunisasi dasar untuk bayi, imunisasi lanjutan untuk anak di bawah tiga tahun, anak sekolah, dan imunisasi wanita usia subur, dan akhirnya diperkuat lagi oleh UU Perda masing-masing daerah,” jelasnya.
Sedangkan pada sisi infrastruktur imunisasi, Indonesia telah memiliki Bio Farma, pembuat vaksin dan pemasok tetap yang telah dipercaya dunia terkait vaksin buatannya. “Hal yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah distribusi vaksin itu, bagaimana vaksin itu tetap dapat bekerja hingga tempat tujuan,” ujarnya.
Di samping itu, hingga saat ini, cakupan Imunisasi Dasar Lengkap yang diberikan pada anak usia di bawah 1 tahun pada tahun 2015 mencapai 86,2%, di mana capaian ini ditargetkan akan meningkat hingga 93% pada tahun 2019.
Di samping itu, Universal Child Immunization (UCI) di tingkat desa dan kelurahan di Indonesia yang menunjukkan pemerataan layanan imunisasi, telah mencapai lebih dair 80%. Akan tetapi capaian masih perlu ditingkatkan agar mencapai 92% di tahun 2019.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Muhammad Subuh menyatakan, target ini dapat tercapai dengan pemberian imunisasi yang rutin dan berkelanjutan.
“Untuk itu, kami juga akan memberikan pelatihan dan edukasi terhadap petugas kesehatan dan masyarakat terkait pentingnya imunisasi dan bahaya tidak diimunisasi,” ucapnya.
Sumber : Bisnis.com