Hamzah Abdul Aziz, Penakluk Everest Dari Pasteur
[:id]Hamzah Abdul Aziz sangat gemar mendaki gunung sejak kecil. Namun siapa sangka dari kegemarannya itu, pria yang kerap disapa Hamzah ini berhasil menaklukkan Everest.
Perjalanan yang dia mulai sejak tanggal 13 April hingga 4 Mei 2017 lalu menyimpan banyak cerita di setiap detiknya.
Perjalanan Hamzah dimulai ketika mengikuti ajakan temannya untuk mendaki gunung bersama salah satu pendaki senior Indonesia, Muhammad Gunawan alias Kang Ogun.
Kang Ogun merupakan seorang cancer survivor yang tetap berjuang untuk menaklukkan Everest.
“Sebuah kebanggan bisa mendaki gunung dengan beliau,” ujar Hamzah yang merupakan karyawan bagian produksi vaksin polio di PT Bio Farma Persero.
Sebelum berangkat, Hamzah meminta restu dari sang istri. Bahkan, pria berusia 30 tahun ini menyempatkan diri untuk menulis surat wasiat.
“Saya belum tahu medan, belum lagi banyak cerita aneh di sana, tidak ada jaminan pulang dan saya hanya punya asuransi jiwa saja,” katanya.
Sebelum keberangkatan, Hamzah sempat menangis melihat banyaknya dukungan yang diberikan oleh teman-temannya.
“Mereka mengantar saya layaknya mengantar jemaah umrah,” tambahnya.
Pendakian Hamzah dan timnya memerlukan waktu selama sepuluh hari untuk naik dan sepuluh hari untuk turun.
Banyak tantangan yang dihadapi oleh Hamzah dan timnya saat di perjalanan.
Beberapa tantangan yang harus dihadapi Hamzah diantaranya adalah dinginnya medan hingga mencapai -20°C, kurangnya oksigen, cuaca yang berubah setiap waktu hingga harus menyadarkan dokter yang sempat tidak bernapas selama 30 detik.
Bahkan, telepon satelit yang dibawa oleh regunya sempat tidak berfungsi selama lima hari karena tertutup awan.
“Katanya sih istri saya menangis,” ujarnya sambil diselingi tawa.
Namun karena kerja keras dan ingat akan istri dan sahabat, akhirnya Hamzah berhasil mendaki Puncak Yala setinggi 5.520 meter dan mengapai tujuan utamanya yakni menginjak es.
“Bahkan, saya tidak hanya menginjak es tapi juga merasakan badai es,” ujar Hamzah.
Dari perjalanan tersebut, yang paling diingat oleh Hamzah adalah bagaimana upayanya untuk aklimatisasi, melewati jalan yang dikelilingi jurang hingga mengonsumsi makanan yang disebut dal bhat—campuran nasi, bubur kacang hijau dan sayuran.
“Saya makan sambil merem,” imbuhnya.
Selain itu, Hamzah pun tak pernah bisa lupa dengan kata yang selalu diucapkan Sherpa (penduduk sekaligus pemandu di Himalaya), yaitu tatopani yang berarti air panas.
Setibanya di Indonesia, hanya satu hal yang diinginkan oleh Hamzah yakni memakan bakso. Pria kelahiran 1987 ini pun ingin mendaki Himalaya lagi jika diberi kesempatan.
“Saya berterimakasih kepada perusahaan yang telah memberikan saya libur selama 20 hari untuk mendaki,” kata karyawan PT Bio Farma yang berlokasi di Jalan Pasteur, Kota Bandung ini.
Sumber : www.bisnis.com
[:en]Hamzah Abdul Aziz sangat gemar mendaki gunung sejak kecil. Namun siapa sangka dari kegemarannya itu, pria yang kerap disapa Hamzah ini berhasil menaklukkan Everest.
Perjalanan yang dia mulai sejak tanggal 13 April hingga 4 Mei 2017 lalu menyimpan banyak cerita di setiap detiknya.
Perjalanan Hamzah dimulai ketika mengikuti ajakan temannya untuk mendaki gunung bersama salah satu pendaki senior Indonesia, Muhammad Gunawan alias Kang Ogun.
Kang Ogun merupakan seorang cancer survivor yang tetap berjuang untuk menaklukkan Everest.
“Sebuah kebanggan bisa mendaki gunung dengan beliau,” ujar Hamzah yang merupakan karyawan bagian produksi vaksin polio di PT Bio Farma Persero.
Sebelum berangkat, Hamzah meminta restu dari sang istri. Bahkan, pria berusia 30 tahun ini menyempatkan diri untuk menulis surat wasiat.
“Saya belum tahu medan, belum lagi banyak cerita aneh di sana, tidak ada jaminan pulang dan saya hanya punya asuransi jiwa saja,” katanya.
Sebelum keberangkatan, Hamzah sempat menangis melihat banyaknya dukungan yang diberikan oleh teman-temannya.
“Mereka mengantar saya layaknya mengantar jemaah umrah,” tambahnya.
Pendakian Hamzah dan timnya memerlukan waktu selama sepuluh hari untuk naik dan sepuluh hari untuk turun.
Banyak tantangan yang dihadapi oleh Hamzah dan timnya saat di perjalanan.
Beberapa tantangan yang harus dihadapi Hamzah diantaranya adalah dinginnya medan hingga mencapai -20°C, kurangnya oksigen, cuaca yang berubah setiap waktu hingga harus menyadarkan dokter yang sempat tidak bernapas selama 30 detik.
Bahkan, telepon satelit yang dibawa oleh regunya sempat tidak berfungsi selama lima hari karena tertutup awan.
“Katanya sih istri saya menangis,” ujarnya sambil diselingi tawa.
Namun karena kerja keras dan ingat akan istri dan sahabat, akhirnya Hamzah berhasil mendaki Puncak Yala setinggi 5.520 meter dan mengapai tujuan utamanya yakni menginjak es.
“Bahkan, saya tidak hanya menginjak es tapi juga merasakan badai es,” ujar Hamzah.
Dari perjalanan tersebut, yang paling diingat oleh Hamzah adalah bagaimana upayanya untuk aklimatisasi, melewati jalan yang dikelilingi jurang hingga mengonsumsi makanan yang disebut dal bhat—campuran nasi, bubur kacang hijau dan sayuran.
“Saya makan sambil merem,” imbuhnya.
Selain itu, Hamzah pun tak pernah bisa lupa dengan kata yang selalu diucapkan Sherpa (penduduk sekaligus pemandu di Himalaya), yaitu tatopani yang berarti air panas.
Setibanya di Indonesia, hanya satu hal yang diinginkan oleh Hamzah yakni memakan bakso. Pria kelahiran 1987 ini pun ingin mendaki Himalaya lagi jika diberi kesempatan.
“Saya berterimakasih kepada perusahaan yang telah memberikan saya libur selama 20 hari untuk mendaki,” kata karyawan PT Bio Farma yang berlokasi di Jalan Pasteur, Kota Bandung ini.
Sumber : www.bisnis.com