Kontribusi untuk kedaulatan di sektor Kesehatan
Dalam waktu tidak lama lagi, pasien penderita anemia berat, penderita kanker akut, gagal ginjal, atau pasien beragam penyakit berat lainnya tak lagi harus merogoh kocek dalamdalam karena harus menebus obatobatan mahal. Bahkan, tak harus pula berobat hingga ke luar negeri.
Pasien warga negara Indonesia, mungkin cukup dirawat di pusat kesehatan masyarakat terdekat karena bakal tersedia produk biofarmatikal buatan dalam negeri yang murah. Puskesmas itupun sudah dilengkapi pula dengan alat kesehatan buatan dalam negeri yang murah tapi modern.
Di masa mendatang, tidak ada lagi perbedaan standar pelayanan bagi masyarakat Indonesia. Semua WNI berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dari negara demi tujuan negara mewujudkan bangsa yang unggul dan berdaya saing lewat peningkatan pelayanan di sector kesehatan.
Pada 2019, semua warga Indonesia hams tercover dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ini menjadi tantangan bagi semua stakeholder, terutama di sektor kesehatan untuk merealisasikan program tersebut.
Entah kebetulan atau memang sudah takdir Hihan, jalan terang menuju kedaulatan di sector kesehatan itu sudah terlihat jelas.
Salah satunya ditandai dari kehadiran Forum Riset Life Science Nasional (FRLN)—dahulu bernama Forum Riset Vaksin Nasional (FRVN).
Pada perjalanan forum riset yang memasuki tahun keenam pada 2016 ini secara bersamaan muncul Inpres No. 6/2016 tentang Percepatan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan untuk mendorong kemandirian dan daya saing produk dalam negeri.
Inpres yang ditandatangani 8 Juni 2016 itu secara spesifik memerintahkan kementerian, lembaga, BUMN, pihakpihak terkait lainnya, mengambil langkahlangkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangannya supaya ada akselerasi dalam pengembangan industri farmasi serta alat kesehatan.
Bagi Direktur Utama Bio Farma Iskandar, titah presiden itu menjadi pembakar semangat pihak-pihak yang terlibat dalam konsorsium besar ini. "Kita harus mengawal Inpres ini," ucapnya.
Forum riset yang terdiri dari periset hebat di Tanah Air ini sudah membuktikan diri dengan bekerja secara sinergis sehingga mampu membuahkan hasil dengan melahirkan calon produk vaksin, life science, dan alat kesehatan karya anak bangsa.
Beragam tantangan dan kendala terus diatasi bersamasama hingga didapatkan solusi yang akan memuncak pada penciptaan satu produk kesehatan.
Iskandar memperkirakan forum yang telah berjalan sejak tahun 2011 ini akan melahirkan banyak karya inovasi dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
"Ini masih memerlukan waktu panjang sampai 2019, semoga bisa selesai. Kami bisa membayangkan lima tahun lagi, kita akan panen inovasi dari ibu-bapak sekalian. Kalau hari ini diserahkan empat atau lima tahun lagi akan menjadi sebuah produk," katanya di hadapan ratusan periset dalam Forum Riset Life Science Nasional di Jakarta, Kamis (25/8).
TEKNOLOGI
Iskandar menilai Inpres No. 6/2016 memuat idealisme tinggi yaitu kemandirian dan daya saing, termasuk garapan di sector vaksin, life science, dan alat kesehatan.
"Artinya kalau kita ingin memiliki daya saing kita harus mengurangi impor bahan baku. Kalau kita beli bahan baku terus dari luar tidak akan bisa bersaing," katanya.
Bagi dia, riset yang dikerjakan saat ini melalui forum pun akan berhadapan pula dengan realita yang ada. Misalnya adanya investasi 100% oleh asing. Artinya, harus ada respons dari segenap stakeholder pada hak paten teknologi yang berlaku sekarang ini untuk menjawab tantangan tersebut.
Oleh karena itu, katanya, para periset yang tergabung dalam forum ini diharapkan mampu memberikan kontribusi besar dari sisi inovasi teknologi, di samping adanya kontribusi bioteknologi yang sudah dikuasai Bio Farma.
Siswanto, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, mengatakan Indonesia kaya akan sumber daya genetik yang meliputi virus, bakteri, tumbuhan, hewan laut, dan lainlain.
"Jadi obatobat itu bisa dikembangkan dari tumbuhan maupun makhluk genetik di Indonesia," katanya.
Direktur Utama Bio Farma Iskandar menambahkan sudah seharusnya ada kombinasi yang dapat menentukan kemandirian dan daya saing di industry farmasi dan alat kesehatan itu, yakni penguasaan teknologi dan ketersediaan bahan baku.
"Kombinasi genetic resources yang melimpah dan penguasaan teknologi ini yang sedang kami ciptakan lewat forum dan konsorsium ini supaya bisa direalisasikan."
Sugeng Raharso, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bio Farma, mengatakan forum memang menghadapi kendala seperti hak paten teknologi. "Masalah pemurnian yang kadangkadang sudah dibuat di luar negeri dan sudah dipatenkan.
"Menurutnya, bergabungnya ahli-ahli bioteknologi dalam konsorsium ini akan menjadi kekuatan nasional yang luar biasa”.
Muhammad Dimyati, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek & Dikti, mengatakan Indonesia yang berpenduduk banyak ini termasuk kaya penyakit. Oleh karena itu, kemandirian dalam produksi vaksin dan produk life science ini menjadi sebuah keharusan.
Menurutnya, pemerintah sangat mendukung riset life science nasional ini dengan mengupayakan berbagai regulasi agar forum bisa berjalan baik sehingga kemampuan peneliti yang ada di dalamnya bisa disinergikan dan mampu melahirkan produk dengan cepat dan baik.
Di samping regulasi, katanya, pemerintah juga memfasilitasi program riset. Salah satunya dengan dukungan pendanaan. Termasuk juga pemanfaatan peralatan laboratorium yang dimiliki institusiinstitusi lain untuk mengejar target efisiensi.
Dimyati juga merespons positif beragam kemajuan ditunjukkan oleh forum yang sudah berjalan selama enam tahun ini.
"Beberapa bukti keberhasilan itu kita sudah bisa lihat dari hasil kerja forum yang sudah diserahkan kepada industri untuk bisa diproduksi dan ini akan menjadi bagian kekuatan kita menuju kemandirian," katanya.
Konsorsium & working group dalam Forum Riset Life Science Nasional ini melibatkan Kemenkes, Kemenristek & Dikti, BPOM, Ditjen HKI, Bio Farma, perguruan tinggi, LIPI, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan stakeholder lainnya.
Konsorsium riset terdiri dari lima kelompok yaitu New TB, hepatitis B, dengue, HPV, dan HIV, sedangkan tujuh working group terdiri dari erythropoietin (EPO), rotavirus, malaria, influenza, stem cell, delivery systems & adjuvant dan pnenmococms.
PELAYANAN KESEHATAN
Forum riset yang telah berjalan selama enam tahun, jika diasosiasikan dengan perjalanan riset vaksin atau life science bisa disebut sudah melewati separuh perjalanan untuk menghasilkan sebuah produk.
Percepatan kemandirian dan daya saing industri farmasi serta daya saing alat kesehatan pada ujungnya meningkatkan pelayanan kesehatan untuk masyarakat.
Siswanto, Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan, mengemukakan program forum riset ini senapas dengan program Kementerian Kesehatan khususnya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Selain itu, tentunya untuk menopang program Nawacita Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. "Dari Nawacita itu ada inovasi dan itulah yang terkait dengan riset," katanya.
Di sisi lain, Kemenkes juga harus melaksanakan program pembangunan 2015—2019 sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional di mana Kemenkes berupaya untuk meningkatkan akses layanan kesehatan masyarakat berkualitas.
Menurutnya, hal itu sudah dimantapkan oleh pemerintah melalui program jaminan kesehatan nasional (JKN) sehingga pada pada akliir tahun 2019, yang mana seluruh WNI tercouer JKN.
Forum Riset Life Science Nasional membuktikan adanya keseriusan elemen bangsa untuk menyusun langkahlangkah strategis demi mewujudkan kedaulatan di sektor kesehatan. Ini agar Indonesia mandiri dan berdaya saing dan memiliki sumber daya manusia yang hebat.
Sumber : Bisnis Indonesia