Pengembangan Industri Farmasi & Alkes Nasional Terus Digenjot
Bisnis.com, BANDUNG – Instruksi Presiden No 6/2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan menjadi acuan industri vaksin untuk terus melakukan riset.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menyusun rencana-rencana untuk memenuhi instruksi presiden tersebut.
Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi BPOM Indonesia Togi Junice Hutadjulu mengatakan untuk mempercepat pengembangan industri farmasi, khususnya vaksin, BPOM telah mengeluarkan regulasi baru terkait dengan penyederhanaan prosedur.
Selain itu, BPOM terus melakukan pengawasan terhadap industri vaksin mulai dari tahap rencan hingga uji klinis.
“BPOM akan terus melakukan pengawasan baik itu pre market maupun post market,” ujar Togi, Selasa (15/11).
Pengawasan tersebut dimulai BPOM dari pre-market yakni evaluasi produk, uji klinis, pengujian mutu dan keamanan.
Setelah mendapatkan izin edar, produk-produk vaksin tersebut masih dalam pengawasan post-market yakni pengawasan produksi dan distribusi.
Sementara itu, Direktur Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan Indonesia Dettie Yuliati mengatakan Inpres Nomor 6 Tahun 2016 ini tidak hanya fokus pada vaksin saja tapi juga bioteknologi, kimia dan herbal.
“Diusahakan bahan baku tidak lagi impor,” katanya.
Dettie menambahkan Indonesia telah sukses dengan program imunisasi wajib dan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Selain itu, kebutuhan vaksin dalam negeri sudah terpenuhi dengan baik. Namun, kesuksesan tersebut seharusnya menjadi dorongan bagi para peneliti dan industri vaksin untuk terus menemukan vaksin-vaksin baru.
Bertepatan dengan instruksi tersebut, Bio Farma dipercaya menjadi tuan rumah program workshop produksi vaksin bagi negara Islam di Bandung, 15-18 November.
Workshop diikuti peserta dari negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang telah memiliki industri vaksin serta negara yang sedang mempersiapkan diri untuk membuat vaksin di negaranya.
OKI sendiri terdiri dari 57 negara anggota. Namun, dari ke-57 negara tersebut hanya 7 negara yang sudah memiliki pabrik vaksin sendiri dan sudah diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), salah satunya Indonesia.
Workshop ini dapat dijadikan ajang kerja sama dengan negara-negara anggota untuk saling sharing pengetahuan tentang vaksin.
Sementara itu, WHO terus memberikan dukungan kepada Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk mempersiapkan diri secara mandiri dalam memproduksi vaksin pribadi.
Martin Eisenhower Perwakilan WHO Asia Tenggara mengatakan vaksin adalah komponen yang penting untuk mencegah beragam penyakit agar angka kematian penduduk bumi berkurang.
Karena itu, vaksin harus diberikan sejak ini untuk mencegah risiko kematian tersebut. Namun, yang menjadi masalah adalah tak sembarang vaksin dapat diberikan kepada warga.
“Vaksin yang diberikan harus lulus kualifikasi WHO,” ujar Martin.
Indonesia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam OKI yang telah lulus kualifikasi WHO diwakili oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bio Farma.
Martin mewakili WHO turut mengucapkan terima kasih kepada Bio Farma yang telah mengekspor vaksin polio ke 133 negara sehingga negara-negara tersebut memiliki risiko penyakit polio yang minim.
Karena itu, WHO akan terus menjalin kerja sama dengan Bio Farma dan BPOM dalam masalah vaksin dan obat-obatan.
Dengan adanya Workshop Produksi Vaksin Negara Islam ini, WHO berharap akan ada kolaborasi yang menghasilkan vaksin-vaksin baru yang dapat disebarluaskan ke negara-negara lain.
Tak hanya itu, WHO juga akan memberikan dukungan dalam bentuk fasilitas akses, keamanan dan kualitas agar vaksin-vaksin tersebut dapat dirasakan manfaatnya di kancah internasional.
Dalam Workshop Produksi Vaksin Negara Islam ini, Indonesia tidak hanya dituntut untuk menjadi tuan rumah saja melainkan terus di dorong agar menjadi center of excellence di antara negara-negara OKI.
Indonesia memiliki pengetahuan vaksin yang lebih maju sehingga sudah menjadi kewajiban negara untuk melakukan transfer knowledge dengan negara-negara anggota.
Sebagai center of excellence, Indonesia diharapkan dapat melihat celah pasar untuk memasarkan produk-produk serta menjalin kerjasama yang menguntungkan dengan negara-negara anggota.
Rika Kiswardani, Kepala Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, menambahkan setiap negara-negara anggota pasti memiliki masalah kesehatan masing-masing. Hal tersebut dapat dijadikan motivasi bagi Indonesia untuk mencari vaksin-vaksin terbaru.