Teknologi Pengobatan Ginjal dan TB Buatan Dalam Negeri
[:id]Liputan6.com, Bandung - Teknologi pengobatan berbasis life science produksi dalam negeri yang dimotori PT Bio Farma sejengkal lagi menuju tahap komersialisasi.
Dengan begitu, selain tercipta kemandirian produk, harganya otomatis akan lebih terjangkau oleh rakyat Indonesia karena impor bahan baku dan transfer teknologi di dalamnya menjadi sedikit.
Menurut dr. Maharani, peneliti senior Biofarma yang juga Ketua Forum Riset Life Science Nasional (FRLN) 2016, kandidat produk nasional life science pertama adalah Erythropoietin (EPO) yang diimplementasikan untuk terapi anemia bagi penderita penyakit ginjal kronis. Hal ini sudah lebih dulu diawali momentum penting berupa penyerahan Research Cell Bank (RCB) EPO generasi kedua atau Darbepoetin Alfa dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI kepada PT Bio Farma pada akhir 2015 lalu.
Jika sudah dikomersialkan, beberapa tahun ke depan pasien kemoterapi dan penderita anemia berat yang disebabkan gagal ginjal kronis sudah bisa menggunakan obat buatan dalam negeri. Saat ini, produk di Tanah Air berupa EPO generasi pertama harus diimpor dengan harga cukup mahal.
Adapun RCB dihasilkan konsorsium riset yang dimotori Bio Farma, dengan menggandeng LIPI dan Universitas Gajah Mada sejak 2012. Basis penelitiannya sendiri dimulai sejak 2005 lalu.
Produknya kelak berbentuk sediaan injeksi dengan satuan International Unit atau IU. Ini memiliki keunggulan dibandingkan generasi pertama karena waktu paruh lebih panjang, sehingga pemberian pada pasien cukup sekali sepekan dibanding generasi sebelumnya yang mencapai dua hingga tiga kali sepekan.
N. Nurlaela Arief, Head of Corporate Communication PT Bio Farma, sebagai industri biotek negara, pihaknya langsung mengambil ancang-ancang dengan melakukan proses lanjutan dalam memproduksi obat tersebut.
"Rencananya, produksi akan berlangsung di pabrik baru Bio Farma di Jasinga, Bogor seluas 500 hektare yang dirancang dengan teknologi ramah lingkungan," kata Nurlaela, kepada Tekno Liputan6.com di Bandung, Rabu (24/8/2016).
Selain obat ginjal, sejumlah produk teknologi life science biosimiliar lain seperti Interferon, Immunoglobulin, dan Monoclonal Antibody sudah masuk rencana produksi. Bahkan, perusahaan yang sudah berusia 126 tahun ini sudah ambil ancang-ancang menggarap blood products dan diagnostics kits.
Blood product seperti albumin akan mempercepat pemulihan dan menjaga kondisi volume sirkulasi darah pasien saat kondisi trauma, pembedahan, pendarahan, perawatan luka bakar, dan pertukaran plasma. Sementara globulin berfungsi sebagai kekebalan tubuh pasif dengan meningkatkan titer antibodi pada setiap individu.
Maharani melanjutkan, implementasi teknologi life science kedua adalah antigen klon tuberkulosis (TB), yang akan diserahkan dari konsorsium riset TB kepada Kementerian Kesehatan untuk selanjutnya diserahkan kepada Bio Farma guna pengembangan industri. Jika sebelumnya Biofarma memproduksi vaksin TB seperti BCG sebagai produk preventif (pencegahan), antigen ini berfungsi produk kuratif (pengobatan).
Menurut Maharani, Konsorsium TB ini dikoordinasikan oleh Pusat Biomedik dan Teknologi Dasar Kesehatan Litbangkes RI. Anggotanya terdiri dari Bio Farma, LIPI, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, dan Universitas Gadjah Mada. Selain itu ada pula lembaga-lembaga lainnya yaitu Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Brawijaya, Universitas Mataram, Universitas Jember, Unika Atma Jaya, dan RS Rotinsulu.
Sumber : http://m.liputan6.com/tekno/read/2585659/teknologi-pengobatan-ginjal-dan-tb-buatan-dalam-negeri[:en]Liputan6.com, Bandung - Teknologi pengobatan berbasis life science produksi dalam negeri yang dimotori PT Bio Farma sejengkal lagi menuju tahap komersialisasi.
Dengan begitu, selain tercipta kemandirian produk, harganya otomatis akan lebih terjangkau oleh rakyat Indonesia karena impor bahan baku dan transfer teknologi di dalamnya menjadi sedikit.
Menurut dr. Maharani, peneliti senior Biofarma yang juga Ketua Forum Riset Life Science Nasional (FRLN) 2016, kandidat produk nasional life science pertama adalah Erythropoietin (EPO) yang diimplementasikan untuk terapi anemia bagi penderita penyakit ginjal kronis. Hal ini sudah lebih dulu diawali momentum penting berupa penyerahan Research Cell Bank (RCB) EPO generasi kedua atau Darbepoetin Alfa dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI kepada PT Bio Farma pada akhir 2015 lalu.
Jika sudah dikomersialkan, beberapa tahun ke depan pasien kemoterapi dan penderita anemia berat yang disebabkan gagal ginjal kronis sudah bisa menggunakan obat buatan dalam negeri. Saat ini, produk di Tanah Air berupa EPO generasi pertama harus diimpor dengan harga cukup mahal.
Adapun RCB dihasilkan konsorsium riset yang dimotori Bio Farma, dengan menggandeng LIPI dan Universitas Gajah Mada sejak 2012. Basis penelitiannya sendiri dimulai sejak 2005 lalu.
Produknya kelak berbentuk sediaan injeksi dengan satuan International Unit atau IU. Ini memiliki keunggulan dibandingkan generasi pertama karena waktu paruh lebih panjang, sehingga pemberian pada pasien cukup sekali sepekan dibanding generasi sebelumnya yang mencapai dua hingga tiga kali sepekan.
N. Nurlaela Arief, Head of Corporate Communication PT Bio Farma, sebagai industri biotek negara, pihaknya langsung mengambil ancang-ancang dengan melakukan proses lanjutan dalam memproduksi obat tersebut.
"Rencananya, produksi akan berlangsung di pabrik baru Bio Farma di Jasinga, Bogor seluas 500 hektare yang dirancang dengan teknologi ramah lingkungan," kata Nurlaela, kepada Tekno Liputan6.com di Bandung, Rabu (24/8/2016).
Selain obat ginjal, sejumlah produk teknologi life science biosimiliar lain seperti Interferon, Immunoglobulin, dan Monoclonal Antibody sudah masuk rencana produksi. Bahkan, perusahaan yang sudah berusia 126 tahun ini sudah ambil ancang-ancang menggarap blood products dan diagnostics kits.
Blood product seperti albumin akan mempercepat pemulihan dan menjaga kondisi volume sirkulasi darah pasien saat kondisi trauma, pembedahan, pendarahan, perawatan luka bakar, dan pertukaran plasma. Sementara globulin berfungsi sebagai kekebalan tubuh pasif dengan meningkatkan titer antibodi pada setiap individu.
Maharani melanjutkan, implementasi teknologi life science kedua adalah antigen klon tuberkulosis (TB), yang akan diserahkan dari konsorsium riset TB kepada Kementerian Kesehatan untuk selanjutnya diserahkan kepada Bio Farma guna pengembangan industri. Jika sebelumnya Biofarma memproduksi vaksin TB seperti BCG sebagai produk preventif (pencegahan), antigen ini berfungsi produk kuratif (pengobatan).
Menurut Maharani, Konsorsium TB ini dikoordinasikan oleh Pusat Biomedik dan Teknologi Dasar Kesehatan Litbangkes RI. Anggotanya terdiri dari Bio Farma, LIPI, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, dan Universitas Gadjah Mada. Selain itu ada pula lembaga-lembaga lainnya yaitu Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Brawijaya, Universitas Mataram, Universitas Jember, Unika Atma Jaya, dan RS Rotinsulu.
Sumber : http://m.liputan6.com/tekno/read/2585659/teknologi-pengobatan-ginjal-dan-tb-buatan-dalam-negeri[:]