Vaksin Bio Farma Lewati Proses Produksi dan Uji Mutu Ketat
[:id]Bagaimana vaksin diproduksi? Topik ini dikupas oleh Bio Farma kepada lebih dari 70 perwakilan awak media cetak, online dan elektronik dari media nasional dari Jakarta dan koresponden Jabar memenuhi ruang Bio Farma untuk melihat langsung proses produksi vaksin, penelitian dan pengembangan, pengemasan serta distribusi vaksin, pada Jum’at 15 Juli 2016.
Dijelaskan oleh Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr, SpA(K), Kepala Divisi Tumbuh Kembang Pediatrik Sosial, Fakultas Kedokteran UNPAD-RSHS, “Vaksin merupakan antigen (mikroorganisma) yang diinaktivasi atau dilemahkan. Bila diberikan kepada orang yang sehat, maka akan membentuk kekebalan atau antibodi spesifik terhadap mikroorganisma tersebut sehingga bila terpapar, akan kebal dan tidak sakit. Bahan dasar membuat vaksin memerlukan mikroorganisma, baik virus maupun bakteri. Menumbuhkan mikroorganisma memerlukan media tumbuh yang disimpan pada suhu tertentu”.
Rahman Rustan, Corporate Secretary Bio Farma menambahkan dalam paparannya, mengenai tahapan produksi vaksin, diawali dengan pemilihan dan penanaman bibit/mikroorganisma/virus dan bakteri terpilih yang tumbuh kemudian dipanen, diinaktivasi, dimurnikan, diformulasi dan kemudian dikemas. Rangkaian proses pembuatan vaksin tersebut dipantau dengan regulasi cara pembuatan obat yang baik atau disebut standar CPOB, juga dikenal Good Manufacturing Practice (GMP) sehingga produk terjaga dalam kualitas yang baik. Setiap batch yang diproduksi harus lulus pengujian mutu (Quality Control), dan jaminan mutu (Quality Assurance). Setiap batch produk yang dihasilkan akan dilaporkan ke BPOM untuk kemudian diperiksa dan bila sudah lulus, BPOM akan mengeluarkan sertifikat lulus uji untuk setiap batch vaksin. Dengan demikian, dapat dilihat bagaimana setiap batch yang dihasilkan sangat terjaga kualitasnya.
Novilia S. Bachtiar, Kepala Divisi Surveilans dan Uji Klinis yang hadir diacara tersebut menambahkan, “membuat vaksin jenis baru bukanlah hal yang mudah, mulai dari riset beban penyakit (diseases burden), hingga menemukan bibit mikroorganisma yang baik dan formulasinya dapat memakan waktu 10 sampai dengan 12 tahun. Setiap tahap pengembangan ini senantiasa harus dalam tatanan CPOB. Sistem CPOB dan dokumentasi harus terimplementasi dengan baik. Riset yang lama dikarenakan bibit yang dipakai nantinya harus terbukti mempunyai karakter yang aman dan efektif.
*****---*****
Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi:
N. Nurlaela Arief
Head of Corporate Communications Dept.
Email : lala@biofarma.co.id
Bio Farma
Jl. Pasteur No. 28 Bandung
Telp : 62 22 2033755
Fax : 62 22 2041306[:en]Bagaimana vaksin diproduksi? Topik ini dikupas oleh Bio Farma kepada lebih dari 70 perwakilan awak media cetak, online dan elektronik dari media nasional dari Jakarta dan koresponden Jabar memenuhi ruang Bio Farma untuk melihat langsung proses produksi vaksin, penelitian dan pengembangan, pengemasan serta distribusi vaksin, pada Jum’at 15 Juli 2016.
Dijelaskan oleh Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, dr, SpA(K), Kepala Divisi Tumbuh Kembang Pediatrik Sosial, Fakultas Kedokteran UNPAD-RSHS, “Vaksin merupakan antigen (mikroorganisma) yang diinaktivasi atau dilemahkan. Bila diberikan kepada orang yang sehat, maka akan membentuk kekebalan atau antibodi spesifik terhadap mikroorganisma tersebut sehingga bila terpapar, akan kebal dan tidak sakit. Bahan dasar membuat vaksin memerlukan mikroorganisma, baik virus maupun bakteri. Menumbuhkan mikroorganisma memerlukan media tumbuh yang disimpan pada suhu tertentu”.
Rahman Rustan, Corporate Secretary Bio Farma menambahkan dalam paparannya, mengenai tahapan produksi vaksin, diawali dengan pemilihan dan penanaman bibit/mikroorganisma/virus dan bakteri terpilih yang tumbuh kemudian dipanen, diinaktivasi, dimurnikan, diformulasi dan kemudian dikemas. Rangkaian proses pembuatan vaksin tersebut dipantau dengan regulasi cara pembuatan obat yang baik atau disebut standar CPOB, juga dikenal Good Manufacturing Practice (GMP) sehingga produk terjaga dalam kualitas yang baik. Setiap batch yang diproduksi harus lulus pengujian mutu (Quality Control), dan jaminan mutu (Quality Assurance). Setiap batch produk yang dihasilkan akan dilaporkan ke BPOM untuk kemudian diperiksa dan bila sudah lulus, BPOM akan mengeluarkan sertifikat lulus uji untuk setiap batch vaksin. Dengan demikian, dapat dilihat bagaimana setiap batch yang dihasilkan sangat terjaga kualitasnya.
Novilia S. Bachtiar, Kepala Divisi Surveilans dan Uji Klinis yang hadir diacara tersebut menambahkan, “membuat vaksin jenis baru bukanlah hal yang mudah, mulai dari riset beban penyakit (diseases burden), hingga menemukan bibit mikroorganisma yang baik dan formulasinya dapat memakan waktu 10 sampai dengan 12 tahun. Setiap tahap pengembangan ini senantiasa harus dalam tatanan CPOB. Sistem CPOB dan dokumentasi harus terimplementasi dengan baik. Riset yang lama dikarenakan bibit yang dipakai nantinya harus terbukti mempunyai karakter yang aman dan efektif.
*****---*****
Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi:
N. Nurlaela Arief
Head of Corporate Communications Dept.
Email : lala@biofarma.co.id
Bio Farma
Jl. Pasteur No. 28 Bandung
Telp : 62 22 2033755
Fax : 62 22 2041306[:]