Vaksin Ekspertis, Diplomasi Indonesia Di Kancah Global
[caption id="attachment_32097" align="alignleft" width="400"] Dirut Bio Farma, Iskandar (kedua kiri) menyerahkan cinderamata kepada Sekjen OKI Razley Nordin (kanan) disaksikan oleh Sekretaris Kementerian Setneg Setya Utama (Kanan) dan Perwakilan WHO Wilayah Asia Tenggara (SEARO), Martin Eisenhower (Paling kiri). Penyerahan sebagai tanda berakhirnya kegiatan Workshop on Vaccine Management di Bandung 15 18 November 2016[/caption]
Bisnis.com, BANDUNG – Bio Farma merupakan salah satu perusahaan BUMN yang telah memproduksi dan mengekspor vaksin ke 133 negara. Menurut Direktur Utama Bio Farma Iskandar, hal tersebut merupakan salah satu bagian diplomasi Indonesia di bidang kesehatan.
Kerja sama Bio Farma sudah lama terjalin dengan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) salah satunya adalah Iran. Iran merupakan negara islam dengan teknologi stem cell yang sudah maju sehingga Bio Farma harus mempelajari keberhasilan tersebut.
Begitu pun sebaliknya, sebagai center of excellence di antara negara-negara OKI dalam bidang vaksin, Indonesia mempunyai kewajiban untuk melakukan transfer knowledge dengan negara-negara anggota.
Pada bulan Desember mendatang, negara-negara OKI akan melakukan beberapa agenda di Jeddah. Agenda ini diharapkan agar OKI memiliki pusat penelitian bersama karena yang paling dibutuhkan OKI adalah vaksin-vaksin berbahan baku 100% halal.
Iskandar menambahkan bahan baku vaksin yang diimpor dari luar merupakan salah satu ciri sikap tidak mandiri.
Selain diplomasi melalui bidang kesehatan, masih banyak hal lainnya yang harus dilakukan oleh Bio Farma terkait dengan Instruksi Presiden Indonesia Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan dan Program Nawa Cita.
Iskandar mengatakan untuk mewujudkan instruksi dan program presiden tersebut, Bio Farma telah melakukan berbagai upaya antara lain terus melakukan riset dengan DIKTI dan negara-negara anggota OKI serta dengan beberapa kementerian.
“Industri harus melakukan sesuatu sampai tahun 2030,” ujar Iskandar, Kamis (17/11).
Sementara itu, untuk mendorong kemandirian riset dalam negeri, Bio Farma telah melakukan transfer teknologi sehingga menjadi sebuah produk yang ril dalam lima tahun kedepan.
Kemandirian ini juga berkaitan dengan program Sustainable Development Goals (SDGs) dimana Bio Farma memiliki 17 target pengembangan yang berkelanjutan untuk 15 tahun ke depan.
SGDs terus diupayakan dalam beberapa cara antara lain melakukan efisiensi energi, inovasi, penerapan teknologi ramah lingkungan, serta menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk mencapai tujuan.
“Kalau terus menggunakan bahan baku dan teknologi impor, kita akan jadi pengguna selamanya,” tambahnya.
Untuk mencapai kemendirian tersebut, perusahaan vaksin tidak dapat bekerja sendiri. Hal ini dikarenakan riset vaksin memerlukan waktu bertahun-tahun sehingga kerja sama sangat dibutuhkan untuk memproduksi vaksin-vaksin baru.
Sementara itu, Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Satya Utama mengatakan keterlibatan BUMN Bio Farma dengan organisasi negara-negara islam adalah salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing, kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia termasuk membuat industri vaksin Indonesia lebih dikenal di dunia internasional.
“Produksi vaksin Indonesia paling besar di antara negara-negara anggota tapi masih memiliki kendala karena mahalnya riset,” ujar Satya.
Satya menambahkan target kerja sama industri negara anggota OKI adalah sektor swasta. Namun, yang mereka temukan di lapangan adalah BUMN yaitu Bio Farma.
Terjalinnya kerja sama antara OKI dan Bio Farma membuka pengetahuan baru bagi mereka tentang produksi vaksin dari sisi manajemen.
Sudah menjadi tugas Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian lainnya untuk membantu dan mendampingi dalam memberikan fasilitas kerja sama tersebut.
Sumber : http://bandung.bisnis.com/read/20161118/34231/563697/vaksin-ekspertis-diplomasi-indonesia-di-kancah-global[:en]