WHO Sokong Kemandirian Vaksin Negara Islam
Bisnis.com, BANDUNG--World Health Organization (WHO) mendukung penuh negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mandiri dalam produksi vaksin termasuk vaksin baru.
Martin Eisenhower, perwakilan WHO untuk wilayah Asia Tenggara, mengatakan vaksin adalah komponen yang penting untuk mencegah beragam penyakit agar angka kematian penduduk bumi berkurang.
Menurutnya, vaksin harus diberikan sejak dini untuk mencegah risiko kematian tersebut. Namun, yang menjadi masalah adalah tak sembarang vaksin dapat diberikan kepada warga.
“Vaksin yang diberikan harus lulus kualifikasi WHO,” ujar Martin.
Sementara itu, Indonesia merupakan salah satu negara yang tergabung dalam OKI yang telah lulus kualifikasi WHO diwakili oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bio Farma.
Martin mewakili WHO turut mengucapkan terima kasih kepada Bio Farma yang telah mengekspor vaksin polio ke 133 negara sehingga negara-negara tersebut memiliki risiko penyakit polio yang minim.
Dia menambahkan WHO akan terus menjalin kerja sama dengan Bio Farma dan BPOM dalam masalah vaksin dan obat-obatan.
Pada tahun ini, digelar Workshop Produksi Vaksin Negara Islam yang diselenggarakan di Bio Farma pada 15-18 November.
Dengan adanya Workshop Produksi Vaksin Negara Islam ini, WHO berharap akan ada kolaborasi yang menghasilkan vaksin-vaksin baru yang dapat disebarluaskan ke negara-negara lain.
Tak hanya itu, WHO juga akan memberikan dukungan dalam bentuk fasilitas akses, keamanan dan kualitas agar vaksin-vaksin tersebut dapat dirasakan manfaatnya di kancah internasional.
Martin menambahkan WHO memiliki strategi inisiatif dalam mengembangkan obat-obatan herbal dan tradisional (2014-2023). WHO telah menjalin kerja sama dan kolaborasi dengan beberapa pihak untuk mengembangan obat-obatan herbal dan tradisional.
INDONESIA SEBAGAI CENTRE OF EXCELLENCE
Dalam Workshop Produksi Vaksin Negara Islam ini, Indonesia tidak hanya dituntut untuk menjadi tuan rumah saja melainkan terus di dorong agar menjadi center of excellence di antara negara-negara OKI.
Indonesia memiliki pengetahuan vaksin yang lebih maju sehingga sudah menjadi kewajiban negara untuk melakukan transfer knowledge dengan negara-negara anggota.
Sebagai center of excellence, Indonesia diharapkan dapat melihat celah pasar untuk memasarkan produk-produk serta menjalin kerjasama yang menguntungkan dengan negara-negara anggota.
Rika Kiswardani, Kepala Biro Kerjasama Teknik Luar Negeri Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, menambahkan setiap negara-negara anggota pasti memiliki masalah kesehatan masing-masing. Hal tersebut dapat dijadikan motivasi bagi Indonesia untuk mencari vaksin-vaksin terbaru.
Sementara itu, Togi Junice Hutadjulu Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi BPOM RI menambahkan BPOM RI akan terus mendukung dan mengawasi industri vaksin Indonesia mulai dari pre-market hingga post-market.
Hal ini dilakukan agar produksi-produksi vaksin Indonesia tetap menjadi center of excellence di mata dunia.
“WHO mengandalkan BPOM sebagai perwakilan pengawas di negara ini,” ujar Togi.
Pengawasan tersebut dimulai BPOM dari pre-market yakni evaluasi produk, uji klinis, pengujian mutu dan keamanan. Setelah mendapatkan izin edar, produk-produk vaksin tersebut masih dalam pengawasan post-market yakni pengawasan produksi dan distribusi.
Dalam Workshop Produksi Vaksin Negara Islam ini, BPOM juga memberikan materi kepada para perwakilan negara OKI terkait dengan inspeksi industri, uji klinis dan cara penyimpanan vaksin agar tidak rusak saat peredaran.