Bio Farma Siap Implementasikan Kemandirian Vaksin Nasional
Persoalan penyakit tidak boleh tergantung dari bangsa lain. Kemandirian vaksin adalah sebuah keniscayaan. Vaksin sebagai upaya pencegahan penyakit merupakan komponen utama dalam pelayanan kesehatan mendasar bagi rakyat Indonesia. Ketersediaan vaksin yang mampu diproduksi oleh bangsa sendiri memegang peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan rakyat. Namun sayangnya selama ini Indonesia masih tergantung dari Negara lain, salah satu penyebabnya dari sisi teknologi Indonesia tertinggal 15-20 tahun dibandingkan Negara-negara maju. Ketergantungan Indonesia terhadap Negara-negara lain dalam penyediaan vaksin sesungguhnya tidak boleh terjadi. “persoalan penyakit yang dihadapi suatu bangsa tidak boleh tergantung dari bangsa lain. Ini pertaruhan eksistensi bangsa Indonesia, bahwa penyediaan dan ketahanan vaksin (vaksin security) yang diproduksi bangsa sendiri bukan semata soal bisnis. Kemandirian vaksin adalah sebuah keniscayaan,” kata Direktur Utama Bio Farma Iskandar, saat membuka Forum riset Vaksin Nasional (FRVN) ke-4 di Jakarta, (19/8) yang bertema Implementasi Hasil Riset Vaksin dalam Rangka Kemandirian Vaksin Nasional. Iskandar mengatakan, saat ini kecepatan penyebaran bakteri dan virus berlangsung luar biasa. Untuk itu, menurutnya, dibutuhkan sonergi dan koordinasi dengan sejumlah pihak dalam menghasilkan vaksin yang mampu melindungi jutaan umat manusia. “Platform teknologi kea rah sana karena itu yang harus kita kejar,” katanya. Selama dua hari, sampai 20Agustus 2014, sebanyak 250 peneliti riset vaksin dari seluruh Indonesia berdiskusi dan melaporkan kemajuan kerja. Ke-250 peneliti riset vaksin ini tergabung dalam lima konsorsium, yaitu Hepatitis B, New TB (Tuberkulosis), Dengue, Vaksin HIV, Eritropoetin (EPO) atau BioSimilar dan tujuh kelompok kerja working groups, yang terdiri dari Influenza, malaria, Rotavirus, Stem Cell, Pneumococcus dan Delivey System, Human Papiloma Virus (HPV), dan kebijakan, “Harapannya hasil penelitian dari masing-masing konsorsium dan kelompok kerja sudah mulai mengerucut kepada penemuan vaksin baru sehingga kita bisa memberikan solusi nyata bagi bangsa Indonesia dan dalam 20 tahun ke depan kita sudah bisa memanen hasilnya,” Kata Iskandar. Menteri Riset dan teknologi Gusti Muhammad Hatta menyambut positif acara yang diinisiasi oleh Bio Farma sejak 2011 ketika FRVN pertama kali berdiri. “Saya mengaptresiasi semangat Bio Farma dalam menjembatani inventor dan bisnis sehingga produk vaksin yang dihasilkan bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia dengan harga yang terjangkau,” katanya. Menteri Gusti mengatakan, implementasi hasil riset ini memang sudah lama ditunggu-tunggu sebab selama ini banyak hasil riset dibidang kesehatan, khususnya vaksin telah dihasilkan, namun belum bisa diproduksi massal didalam negeri. “sudah waktunya Indonesia memiliki kemandirian vaksin. Ini tantangan pengembang vaksin di Indonesia,” ujarnya. Hal senada dikatakan Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Maura Linda Sitanggang. Menurut Linda, Indonesia memiliki kompetensi untuk menghasilkan vaksin sendiri. “Bio Farma sendiri telah memiliki syarat untuk memproduksi dan memasarkan vaksin berdasarkan Pre qualification dari WHO sehingga harapan untukmewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat dan berkelanjutan dapat tercapai,” katanya. Sampai saat ini, Bio Farma telah memasarkan 12 produk vaksin ke 150 negara di Benua Asia dan Afrika dan dalam waktu dekat akan memasarkan vaksin Pentabio untuk mencegah difteri, tetanus, pertusisi, hepatitis B, dan Haemophlis Influenza tipe B. Sumber: Tempo, 20 Agustus 2014