Kolaborasi Menangkal Virus
Forum Riset Vaksin Nasional menjadi wadah komunikasi dan kerja sama riset vaksin. Tahun 2014 ditetapkan sebagai tahap implemtasi riset Vaksin di Indonesia sudah sejak lama menjadi penopang ketahanan kesehatan masyarakat. Diawali kalangan militer era Belanda pada 1890 dengan membangun “Parc Vaccinogene” di Rumah Sakit Militer Weltevreden, Batavia (RSPAD Gatot Subroto, Jakarta). Lembaga ini mengalami perubahan nama menjadi Gedung Cacar dan Lembaga Pasteur No.23 Bandung. Pada 1997, melalui Peraturan Pemerintah No. 1/1997, lembaga ini ditetapkan menjadi PT. Bio Farma (Persero) dengan saham sepenuhnya milik pemerintah. Hingga kini, Bio Farma bertahan sebagai produsen vaksin skala nasional dan global serta satu-satunya produsen vaksin dan antisera di Indonesia. Perusahaan ini juga tercatat sebagai salah satu dari sedikit produsen vaksin (kurang dari 30 perusahaan dari 200 perusahaan dunia) yang diakui oleh WHO (World Health Organization).
Pada 2014, perusahaan pelat merah ini genap 124 tahun dan menjadi penopang utama Program Imunisasi Nasional yang dicanangkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia sejak tahun 1977. Bio Farma juga menjadi distributor utama vaksin dan antisera di sejumalah rumah sakit, dokter,klinik, serta apotik. Sementara kebutuhan vaksin untuk skala global dialirkan melalui lembaga-lembaga internasioanl, diantaranya UNICEF, Global Alliance of Vaccines and Imunization (GAVI), serta PAHO (Pan American Health Organization) unutk selanjutnya didistribusikan ke Negara-negara membutuhkan. Ketersediaan vaksin yang memadai untuk semua kebutuhan menjadi hal pokok. Disisi lain, perkembangan jenis-jenis penyakit baru juga kian meningkat. “kami sadar butuh dukungan semua agar riset-riset vaksin menjadi lebih terfokus dan mempercepat waktu penelitian, sekaligus mampu meghasilkan vaksin baru. Saat ini butuh 12 tahun penelitian untuk menghasilkan vaksin baru,” ujar Neni Nurainy, Project Integration Manager of Reseacrch and Development Division PT. Bio Farma (Persero). Komunikasi antar-periset bidang vaksin diberi wadah dalam Forum Riset Vaksin Nasional (FRVN) yang dirintis sejak 2011. Tidak hanya kalangan akademis dari berbagai perguruan tinggi, FRVN juga melibatkan pemerintah dan industry. Dalam hal ini, Bio Farma menjadi motor FRVN, karena kepiawaiannya di bidang penelitian dan produksi vaksin. “Upaya ini diawali dengan semangat membangun kemandirian melalui keharmonisan antar lembaga.
Tahun 2012 difokuskan akselerasi percepatan penelitian bidang vaksin, dan 2013 menjadi tahun pemantapan. Pada 2014 ini di fokuskan untuk implementasi riset,” Ucap Erman Tritama, Project Integration Manager of Product Development Division PT. Bio Farma yang sekaligus menjadi Ketua FRVN 2014. Menurutnya, diperkirakan sekitar 160 periset akan hadir dalam FRVN 2014 yang digelar 19-20 Agustus di Jakarta. FRVN saat ini memiliki 5 konsorsium dan 8 working groups untuk riset bidang vaksin. Kelima konsorsium tersebut yaitu hepatitis B, Tuberkulosis, Dengue, HIV dan Eritropoetin (EPO, yaitu platform teknologi setara vaksin. Sementara 7 working groups meliputi Stem Cell, Rotavirus, Pneumococcus, Malaria, influenza, HPV (Kanker serviks), kebijakan yang berperan dalam hal pengelolaan vaksin (percepatan penelitian hingga mewujudkan incubator bisnis bidang vaksin) Lima konsorsium tersebut telah memperoleh pendanaan penelitian. Tiga konsorsium itu hepatitis B, Tuberkolosis, dan Dengue dibentuk sejak 2012 dengan pendanaan dari Kementrian Riset dan Teknologi, Kementrian Kesehatan, serta Bio Farma. Sedangkan HIV dan EPO didukung Universitas Indonesia “HIV baru tahun ini memperoleh pendanaan sehingga masuk dalam kelompok konsorsium ,” Ujar Erman. Sumber : Koran Tempo, 20 Agustus 2014