Mendongkrak Daya saing Industri Farmasi Melalui Quadruple Helix
[caption id="attachment_17619" align="alignleft" width="300"] Mendongkrak Daya saing Industri Farmasi Melalui Quadruple Helix[/caption]
Quadruple Helix dipastikan akan mengakselerasi kemandirian produksi vaksin Organization Islamic Cooperation (OIC). Perkembangan industry farmasi nasional selalu mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Pemerintahpun mengakuinya, terutama Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Kementrian Kesehatan RI. Kemenkes RI mencatat, pasar farmasi nasional tumbuh di angka Sembilan persen hingga 12 persen per tahunnya. Peningkatan itu terasa sejak tahun 2011. Pertumbuhan tersebut dialami perusahaa farmasi nasional ketimbang perusahaan farmasi multinasional. Diprediksi, pertumbuhan akan bergerak positif jika pasar farmasi nasional terus dikembangkan. Mengamati pergerakan itu, para pelaku industtri farmasi nasional mulai melakukan terobosan-terobosan guna meningkatkan daya saing industry farmasi nasional. Melalui seminar nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Padjajaran Bandung dan perusahaan produsen vaksin Bio Farma di Bandung, mulai dikenalkan konsep yang disebut Quadruple Helix. Quadruple Helix merupakan perkembangan dari konsep Tripple Helix. Tripple Helix adalah sebuah kolaborasi yang terdiri dari tiga elemen, yakni akademisi, pelaku bisnis, dan pemerintahan saja. Sementara quadruple Helix merupakan kolaborasi akademisi, pelaku bisnis, pemerintahan, dan asosiasi. Asosiasi yang dimaksud dalam konsep Quadruple Helix, yaitu komunitas di dalam industry farmasi, termasuk salah satunya gabungan perusahaan farmasi Indonesia. Melalui konsep baru tersebut, di yakini dapat terus mengembangkan industry farmasi Indonesia. Terutama juga dapat meningkatkan daya saing farmasi Indonesia di pasar luar negeri. Pakar Manajemen Strategi Universitas Padjajaran Ernie Tisnawati Sule menyebutkan, karena kekayaan alamnya maka Indonesia memiliki kelebihan disbanding industry farmasi di Negara lain. Namun, hal itu tidaklah cukup tanpa di dukung factor penunjang lainnya, baik sarana maupun prasarananya. “untuk itu perlu ada kerja sama antara perguruan tinggi, perusahaan dan lembaga bisnis untuk melakukan temuan-temuan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.” Ujar Kepala Program Studi Doktor Ilmu Manajemen unpad tersebut. Agar peran ketiga elemen itu lebih maksimal, maka dibutuhkan pressure group (grup penekan/pendorong), yaitu asosiasi. Sementara Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Darodjatun Sanusi mengatakan, dengan adanya kolaborasi empat helix atau elemen tersebut diyakini mampu meningkatkan daya saing farmasi nasional. Dia menyebutkan, potensi kontribusi dan nilai strategis industry farmasi nasional akan bermakna jika pemerintah dan para pilar stakeholder saling bersinergi. Dikatakan Darodjatun, satu-satunya perusahaan produsen vaksin yang ada di Indonesia yakni Bio Farma. Sebenarnya Bio Farma telah memiliki kemampuan dalam hal melakukan temuan baru. Selain itu, Bio Farma juga telah diakui sebagai perusahaan yang telah berpengalaman oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Meski demikian, Darodjatun menilai perlu juga dilakukan pengembangan-pengembangan untuk menciptakan temuan-temuan berikutnya. “Semua keunggulan itu telah dimiliki Bio Farma, namun pengal;aman yang ada dan keberhasilan dalam memproduksi itu juga tidak cukup.” Ujar dia. Menurut Darodjatun, kerja sama dengan melibatkan perusahaan farmasi yang ada di level internasional perlu dilakukan, termasuk diantaranya bekerjasama dengan 57 negara yang tergabung dalam Organization Islamic Cooperation (OIC). Dalam seminar4 itu pula, hadir salah satu anggota OIC yang juga produsen vaksin, yakni Arabio dari Arab Saudi. Corporate Secretary Bio Farma Rahman Roestan mengatakan, konsep Quadrupple Helix tidak hanya menyasar ke pasar global, perlu dikembangkan kerjasama antara perusahaan farmasi lain di dunia. “Saya kira bukan hanya nasional, kita butuh asosiasi yang melibatkan Negara lain. Misalnya dengan merangkul Arabio” ujar Rahman. Kata dia, kerja sama semua Negara yang tergabung dalam OIC tersebut dilatarbelakangi dari keinginan untuk memproduksi vaksin secara mandiri. Namun, baru Indonesia yang sudah memiliki kemempuan memproduksi secara mandiri dari hulu ke hilir. Oleh karenanya, melalui Quadrupple Helix tersebut diharapkan mampu semakin meningkatkan industry farmasi nasional. “Memang sudah ada Sembilan Negara yang memproduksi vaksin, namun baru Indonesia yang memiliki kemampuan memproduksi vaksin dari hulu ke hilir secara mandiri dan tersetifikasi dari WHO.” Ujar dia. Industri Farmasi Butuh Pressure Group Bergulirnya konsep Quadruple Helix merupakan sebuah upaya penyempurnaan. Namun demikian, sebelumnya Bio Farma menerapkan konsep Tripple Helix. Melalui Konsep Tripple Helix saja, Bio farma telah berhasil mengembangkan terobosan-terobosan di dunia farmasi. Saat ini Bio Farma melalui Forum Riset vaksin Nasional (FRVN) tengah meriset vaksin Hepatitis B, New-TB, Dengue, Vaksin HIV, Eritropoetin (EPO) atau Bio Similar. Hadirnya unsure asosiasi diyakini akan semakin memperkuat industry farmasi nasional. Hal itu dikarenakan asosiasi yang dimaksud adalah gabungan dari perusahaan farmasi nasional yang memang bercita-cita memajukan farmasi Indonesia. Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Darodjatun Sanusi mengatakan, yang diperlukan saat ini oleh industry farmasi nasional, yang akan meningkatkan daya saing melalui kemampuan risetnya. Industri farmasi saat ini dituntut untuk lebih berorientasi mengembangkan industry hulunya ketimbang hilir. Meski demikian, sambung dia, harus tetap mampu memenuhi dimensi social, ekonomi, dan teknologi. Dia menambahkan upaya tersebut akan lebih efektif jika didukung oleh masyarakat farmasi nasional. Diantaranya gabungan perusahaan farmasi Indonesia, atau asosiasi semacamnya. “Intinya, potensi kontribusi industry farmasi nasioanal bagi pembangunan ekonomidan kesehatan nasional hanya bermakna jika pemerintah dan para stakeholders bersinergi, “ ujar Darodjatun. Pakar Manajemen Strategi Universitas Padjajaran Ernie Tisnawati Sule menambahkan, asosiasi merupakan elemen yang berfungsi sebagai grup penekan. Grup penekan tersebut sangat berperan dalam hal memberikan suaranya terhadap perkembangan industry farmasi. Ernie meyakini dengan adanya asosiasi ini akan mendorong pemerintah untuk terus mendukung perkembangan industry farmasi, “kalau hanya satu perusahaan farmasi tidak akan didengar, makanya butuh kelompok pressure, yaitu asosiasi, “ ujar Ernie. Meskipun sebagai penekan unsure Helix lainnya, bukan berarti asosiasi memiliki peran yang paling tinggi dalam Quadruple Helix tersebut. Ernie menilai, keempatnya memiliki peran dan porsi yang sama pentingnya dalam industry farmasi. “Meski penekan tapi jangan lupa juga kekuatan ada di tangan pemerintah,” ujarnya. Sebagai contoh, industry yang selama ini membuat bahan baku dari hasil import tentu harus dibeli dengan harga yang mahal. Di tengan kondisi itu, menurut dia, pemerintah dapat menekan biaya agar produksinya ringan. Republika, 15 September 2014