Vaksin DBD Diproduksi 2020
BANDUNG — Pemerintah merencanakan dapat memproduksi vaksin dengue sendiri pada 2020. Rencana ini dimaksudkan untuk menyikapi kasus dengue yang mencapai 160 ribu, per September 2016.
"Kita sedang kembangkan vaksin dengue. Rencananya 2020 nanti sudah jadi vaksin untuk dengue," ujar Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI R Dettie Yuliati dalam pembukaan workshop produksi vaksin negara Islam di Exhibition Hall Bio Farma, Bandung, Selasa (15/11).
Workshop ini diikuti oleh 10 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Kegiatan ini diselenggarakan pada 15 hingga 18 November di Bandung.
Riset vaksin dengue di Indonesia dilakukan oleh konsorsium yang menyinergikan pemerintah, akademisi, komunitas peneliti, dan industri. Kemenkes juga sedang mengumpulkan data penurunan kasus dengue. Hal ini bersamaan dengan program pemberian vaksin impor melalui uji klinis di beberapa wilayah Indonesia kepada anak-anak berusia sembilan hingga 16 tahun pada 2017.
Vaksin dengue befungsi untuk pencegahan demam berdarah dengue (DBD). Vaksin ini berpeluang masuk program imunisasi wajib bila telah diproduksi massal.
"Saat ini vaksin yang masuk program imunisasi wajib ada sembilan, namun ke depan tidak menutup kemungkinan bertambah sesuai dengan kebutuhan dan dinamika di lapangan, salah satunya vaksin dengue yang saat ini masih dikembangkan PT Bio Farma," kata Detty.
Ketersedian vaksin menjadi perhatian khusus Kemenkes. Sebab, vaksin berfungsi untuk pencegahan. Kemenkes meminta Bio Farma dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Setelah itu, vaksin yang diproduksi dapat diekspor.
Sejumlah produk vaksin yang dikembangkan di dalam negeri juga telah memberikan banyak manfaat, termasuk varian-varian produk vaksin yang dihasilkannya, seperti pentavalen, vaksin seasonal flu, dan lain-lain.
Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Togi Junice Hutadjulu, mengatakan, Indonesia harus menjadi yang terdepan dalam mendorong transformasi vaksin di negara OKI. Indonesia memiliki pengalaman dalam hal membuat vaksin sebagai alat untuk pencegahan penyakit.
BPOM ingin berbagi pengalaman dalam memanfaatkan vaksin. Tukar pengalaman itu antara lain terkait keahlian inspeksi ke industri farmasi, uji klinis, tentang penyimpanan vaksin yang baik di instalasi farmasi. Togi menambahkan, WHO sudah mengakui kompetensi sumber daya manusia di BPOM, sehingga hal ini akan memberikan kepercayaan dunia terhadap Bio Farma, yang menghasilkan produk aman bagi negara lain. Hal ini diyakininya dapat meningkatkan ekspor vaksin Indonesia.
Direktur Riset dan Pengembangan Produk Bio Farma, Sugeng Raharso, mengatakan, konsorsium yang fokus kepada riset dan produksi vaksin dengue akan terus bekerja. Tujuannya, untuk mengejar kemandirian vaksin dengue nasional.
"Meskipun memerlukan proses yang cukup lama, Bio Farma bersinergi dan melakukan percepatan untuk konsorsium vaksin dengue tersebut," kata Sugeng.
Peneliti senior Bio Farma, Neni Nurainy, mengatakan, pendanaan riset vaksin dengue dalam konsorsium bergantung kepada daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) pemerintah. Bantuan juga diberikan oleh Kemenristekdikti sebesar Rp 710 miliar untuk menunjang sarana dan prasarana perguruan tinggi.
Balitbangkes juga terus mengalokasikan dana riset vaksin dengue. Riset ini telah menjadi program prioritas bidang penyakit infeksi. Ini juga bersamaan dengan riset penyakit lain, seperti HIV, tuberkulosis, malaria, dan influenza. rep: Adysha Citra Ramadani/antara, ed: Erdy Nasrul
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/koran/kesra/16/11/17/ogrvc645-vaksin-dbd-diproduksi-2020